Muqaddimah
Segala puji bagi Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rasulNya. Semoga shalawat dan salam tetap atas beliau, keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Amma ba'du. Ketenangan hati, kebahagiaannya dan hilangnya kegundahan adalah keinginan setiap orang. Dengan itulah kehidupan yang baik, perasaan senang dan tenteram dapat dicapai. Dan untuk mendapatkan itu semua ada beberapa faktor yang harus dipenuhi. Ada faktor diniyah (keagamaan), faktor alami dan faktor amaliah (amal, pekerjaan). Hanya orang-orang mu'min saja yang mampu memenuhi tiga faktor tersebut. Adapun selain orang-orang mu'min, maka, kalaupun dari satu segi, sebagian dari faktor-faktor tersebut dapat dicapai dengan jasa dan usaha para cendekiawan mereka; akan tetapi banyak segi-segi lain yang lebih bermanfaat, lebih kuat dan lebih baik -baik jangka pendek atau jangka panjang- yang tidak mampu mereka dapatkan.
Dalam buku kecil ini saya akan menyebutkan apa yang ada dalam benak saya sehubungan dengan faktor-faktor yang menunjang tercapainya kebahagiaan sebagai cita-cita utama yang diinginkan oleh setiap orang.
Ada sebagian orang yang sudah memenuhi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut, sehingga dapat hidup dengan tenang dan baik. Ada sebagian lagi sama sekali tidak memenuhi faktor-faktor tersebut, sehingga dia hidup sengsara dan tidak bahagia. Dan ada lagi yang setengah-setengah. Hanya Allah lah yang mampu memberikan taufik dan pertolongan untuk menggapai semua kebaikan dan menolak setiap kemudharatan.
Iman dan Amal Shalih
1. Faktor paling penting dan paling mendasar untuk menggapai bahagia adalah: Iman dan amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguh-nya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberita-kan dan menjanjikan bagi orang yang dapat mengumpul-kan antara iman dan amal shalih untuk mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini dan balasan yang baik pula di dunia dan akhirat.
Sebabnya sudah jelas, karena orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan iman yang benar yang dapat membuahkan amal shalih dan dapat memperbaiki kondisi hati, moral (tingkah lakunya), atau urusan keduniaan dan akhiratnya, berarti dia sudah mem-punyai pondasi dan dasar yang kuat untuk menghadapi segala kemungkinan. Kemungkinan baik yang mendatang-kan kebahagiaan dan kesenangan atau kemungkinan bu-ruk yang dapat mendatangkan kegoncangan, kesumpekan dan kesedihan.
Kebahagiaan dan kesenangan mereka sambut dengan menerimanya, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Dan bila mereka berhasil menerima dan mempergunakannya dengan cara semacam itu, maka akan timbullah sebagai buahnya --dari akumulasi suka cita dan keinginan untuk mempertahankan kebera-daan dan keberkahan nikmat tersebut serta harapan untuk memperoleh pahala syukur-- hal-hal besar lainnya yang kebaikan dan keberkahannya melebihi kebahagiaan dan kesenangan yang pertama.
Begitu pula dengan cobaan, kemudharatan, kesempitan dan keruwetan. Yang mampu dia atasi dia pecahkan, yang hanya dapat dia minimalisasi dia lakukan dan yang tidak boleh tidak harus dia hadapi dia hadapi dengan kesabaran. Dan sebagai dampak dari akumulasi 'kemampuan meng-hadang ujian plus percobaan dan kekuatan' juga akumulasi dari 'kesabaran plus pengharapan akan pahala' maka mereka akan mendapatkan hal-hal besar lainnya yang dengan hal-hal tersebut semua ujian dan cobaan apapun tidak akan terasa bahkan akan berubah menjadi kese-nangan dan harapan-harapan baik serta keinginan untuk mendapatkan karunia dan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Seperti yang diungkapkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih, beliau bersabda:
"Sungguh luar biasa urusan seorang mu'min itu. Sesungguh-nya setiap urusannya (akan mendatangkan) kebaikan. Bila dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur dan (syukur) itu adalah kebaikan untuknya. Bila dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan (sabar) itu adalah kebaikan untuknya. Hal itu tidak (diberikan) untuk siapa pun kecuali untuk seorang mu'min." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa seorang mu'min akan dilipat-gandakan kebaikannya dan buah amal-amalnya dalam kondisi yang dia hadapi, dalam kondisi nikmat atau musibah.
Oleh karena itu, anda bisa mendapati dua orang yang mendapatkan ujian yang sama atau nikmat yang sama, tetapi ternyata, keduanya berbeda dalam cara mengha-dapinya. Hal itu kembali pada perbedaan keduanya dalam kualitas iman dan amal shalihnya.
Yang satu dapat menghadapi kondisi nikmat atau musibah dengan syukur dan sabar, sehingga dia merasa senang dan suka cita. Sementara kesumpekan, keruwetan, kegundahan, perasaan sempit dada dan kesulitan hidup juga akan hilang, dan akhirnya dia bisa mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini.
Adapun orang satunya lagi, dia sambut kondisi nikmat dengan keangkuhan, menolak kebenaran dengan kezha-liman, sehingga moral dan tingkah lakunya menjadi melenceng. Dia sambut kondisi nikmat itu seperti hewan, dengan penuh tamak dan loba. Walaupun demikian, hatinya tetap tidak merasa tenang bahkan terasa seperti dicabik-cabik dari segala penjuru. Dia khawatir kalau apa yang dia nikmati hilang, dia khawatir akan banyaknya tantangan-tantangan yang timbul menghadangnya, dia khawatir dan tidak tenang. Karena hawa nafsu itu tidak akan berhenti pada batas tertentu, tapi dia akan terus ingin mendapatkan yang lainnya lagi yang barangkali bisa dia raih, bisa juga tidak. Kalau berhasil diraih, kekhawatiran-kekhawatiran yang pertama tadi akan menghampirinya. Dia juga akan sambut musibah yang menghadangnya dengan kegoncangan, kegundahan, rasa takut dan jengkel. Bila sudah demikian, jangan tanyakan lagi bagaimana dia akan ditimpa kesulitan hidup, ditimpa penyakit-penyakit saraf dan perasaan takut yang mengkhawatirkan. Karena dia saat itu tidak mengharapkan pahala dari Allah dan tidak punya kesabaran yang dapat menghibur dan membuat penderitaannya berkurang.
Hal di atas dapat kita saksikan sendiri dalam kenyataan. Bila anda renungi kondisi orang-orang sekarang ini, anda akan melihat bahwa perbedaan yang besar antara seorang mu'min yang bekerja dan bertindak dengan konsekwensi keimanannya dengan yang tidak demikian, yaitu bahwa agama itu sangat mendorong dan menganjurkan agar orang bersifat qona'ah (menerima) dengan rezeki Allah Subhanahu wa Ta'ala, karunia dan kemurahanNya yang bermacam ragam.
Seorang mu'min --bila ditimpa penyakit, kefakiran dan berbagai musibah yang dapat menimpa setiap orang-- dengan keimanannya, juga dengan sifat qona'ah dan kerelaannya atas apa yang diberikan Allah kepadanya, dia akan tetap terlihat tenang. Hatinya tidak menuntut men-capai sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya dan tidak melirik kepada orang yang berada di atasnya. Dan barangkali kebahagiaan, kesenangan dan ketenangannya melebihi orang yang berhasil meraih tuntutan-tuntutan duniawinya tetapi tidak qana'ah.
Sebagaimana anda juga dapat menyaksikan orang yang bertindak dan beramal tidak sesuai dengan konsekwensi keimanan, bila ditimpa sedikit kekurangan atau tidak ber-hasil meraih sebagian tuntutan duniawinya, dia merasa di puncak kesengsaraan dan kesusahan. Contoh lain, apabila terjadi hal yang menakutkan atau hal-hal yang mengganggu lainnya, anda akan lihat bahwa orang yang benar iman-nya, hatinya kuat, jiwanya tenang, dia mampu mengurus dan menjalani apa yang menimpanya dengan kemampuan pikiran, perkataan dan amalnya. Semua itu akan memper-kuat dirinya bila berhadapan dengan gangguan atau musibah yang menimpanya. Kondisi semacam inilah yang dapat menenangkan manusia dan menguatkan hatinya.
Sebaliknya kondisi orang yang tidak mempunyai iman, bila terjadi suatu hal yang menakutkan, hatinya gundah, urat sarafnya menegang, pikirannya kacau, rasa takut dan khawatir masuk ke dalam dirinya. Berkumpullah pada diri-nya perasaan takut dari luar dengan kegoncangan batinnya yang sulit untuk diketahui hakikatnya. Orang dengan tipe semacam itu --bila tidak didukung faktor-faktor alamiah dengan banyak latihan-- akan kehilangan semangat dan stres. Sebab dia tidak mempunyai iman yang dapat mendorongnya bersikap sabar, khususnya dalam kondisi-kondisi tegang dan menyedihkan.
Orang baik dan orang jahat juga orang mu'min dan orang kafir, sama-sama berpotensi untuk belajar dan bisa berani. Juga sama-sama mempunyai potensi kejiwaan yang dapat melunakkan dan meringankan hal-hal yang menakut-kan. Hanya saja, seorang mu'min mempunyai keunggulan dengan imannya, kesabaran dan tawakkalnya kepada Allah serta harapannya untuk mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal-hal inilah yang menambah rasa keberaniannya, memperingan beban takutnya juga me-ringankan musibah yang menimpanya. Seperti difirman-kan Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu menderita-nya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan." (An-Nisa': 104)
Selain itu dia akan mendapatkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan 'kebersamaanNya'. Dan hal itu dapat menghancurkan perasaan takutnya. Allah Subha-nahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46)
2. Termasuk di antara faktor-faktor yang dapat menghilangkan kesedihan, musibah dan kegoncangan hati adalah: Berbuat baik kepada makhluk, baik dengan per-kataan, perbuatan dan berbagai macam perbuatan baik lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kese-dihan dan musibah dari orang shalih dan orang yang jahat sesuai dengan perbuatan baik yang dilakukan. Hanya saja bagi seorang mu'min akan mendapatkan porsi yang lebih sempurna. Dan yang membedakan seorang mu'min dari yang lainnya, bahwa kebaikan yang dia lakukan didorong oleh keikhlasan dan harapan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan hal itu memudahkan baginya mendapatkan kebaikan yang dia inginkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala juga akan menolak hal-hal yang tidak dia sukai karena berkah keikhlasan dan harapan mereka akan pahalaNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (An-Nisa': 114)
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menginformasikan bahwa hal-hal yang disebutkan tadi semuanya akan bernilai kebaikan bagi orang yang melakukannya. Dan sebuah kebaikan biasanya mendatangkan kebaikan serta menolak keburukan. Seorang mu'min yang hanya mengharapkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mendapatkan balasan yang besar yang di antaranya adalah dalam bentuk hilangnya kesedihan, musibah, dan hal-hal yang mengganggu lainnya.
AKTIFITAS, ILMU DAN KONSENTRASI
1. Di antara faktor yang dapat mengatasi goncangan jiwa karena tegangnya urat saraf dan hati yang galau ialah: "Menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas atau dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat." Aktifitas semacam ini bisa mengalihkan perhatian hati seseorang dari hal-hal yang dapat menggoncangkan hatinya. Bahkan, mungkin mampu melupakan faktor-faktor yang mendatangkan kesedihan dan musibah, jiwanya menjadi senang dan sema-ngatnya pun bertambah. Faktor-faktor semacam ini bisa berlaku kepada orang yang beriman dan lainnya. Hanya saja, orang yang beriman unggul dengan keimanan dan keikhlasannya ketika dia menyibukkan diri dengan ilmu yang dia pelajari atau dia ajarkan, juga dengan perbuatan baik yang dia lakukan. Jika yang dia lakukan berbentuk ibadah maka tentu nilainya adalah ibadah. Jika berbentuk pekerjaan atau kebiasaan duniawi dia ikuti dengan niat yang baik dan dimaksudkan untuk membantunya dalam ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan karena itu semua, maka faktor-faktor tersebut sangat berperan dalam menghilangkan kesedihan dan berbagai macam musibah. Betapa banyak orang yang ditimpa kegoncangan hati dan kesedihan yang berlarut, sampai akhirnya ditimpa berbagai macam penyakit. Ternyata obat yang paling tepat untuk itu adalah dengan melupakan faktor-faktor yang membuatnya gelisah dan menyibukkan diri dengan akti-fitas-aktifitas pentingnya. Karena itu hendaklah kita memilih kesibukan yang di-senangi dan diinginkan oleh jiwa. Sebab yang demikian ini dapat mempercepat hasil yang dimaksudkan. Wallahu a'lam.
2. Di antara hal yang juga dapat menolak kesedihan dan kegelisahan adalah mengkonsentrasikan segenap pikiran pada tugas/pekerjaan yang ada pada hari itu, tidak memikirkan hal yang masih akan datang serta kesedihan yang pernah terjadi. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mohon perlindungan dari Al-Ham dan Al-Huzn. Al-Huzn artinya kesedihan atas hal-hal yang telah berlalu yang sudah tidak mungkin ditolak dan diraih kembali. Al-Ham artinya kesedihan yang terjadi karena perasaan takut akan hal yang akan datang. Dengan demikian, seorang hamba akan menjadi "Ibnu Yaumih" (putra harinya), dia akan giat dan bersungguh-sungguh memperbaiki hari dan waktu yang dia ada saat itu. Bila hati dikonsentrasikan untuk hal ini, dia akan berusaha menyempurnakan semua tugasnya. Dengan demikian dia akan terhibur dari kesedihan dan musibahnya. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca do'a atau mengajarkan umatnya berdo'a, pada hakikatnya dia memberikan dorongan --tentu dengan bantuan Allah dan karuniaNya-- semangat dan kesungguhan mencapai prestasi dan menolak kegagalan sebagaimana yang diminta dalam do'a. Karena do'a itu bergandeng dengan amal. Setiap hamba berusaha men-dapatkan apa yang bermanfaat baginya dunia akhirat. Dan dia juga berdo'a memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar sukses mendapat apa yang dia inginkan. Seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagi-mu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Bila kamu ditimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan: 'Seandainya saya bertindak begini, tentu (hasil-nya) akan begini dan begini.' Tapi katakanlah: 'Allah sudah mentakdirkan dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.' Sebab, sesungguhnya perkataan 'Seandainya ...' akan mem-buka (pintu) perbuatan syaithan." (HR. Muslim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghimpun antara perintah berusaha meraih yang bermanfaat dalam setiap kondisi dengan perintah mohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perintah agar tidak memperturutkan sikap lemah yang merupakan cerminan dari sifat malas yang berbahaya. Semua itu dikumpulkan dengan perintah pasrah terhadap hal-hal yang sudah berlalu dan selalu memperhatikan qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagi urusan manusia menjadi dua bagian: Pertama, bagian yang dibolehkan bagi seorang hamba berusaha mendapat-kannya, menolaknya atau meringankannya. Bagian kedua adalah bagian yang tidak boleh/tidak bisa disikapi seperti di atas. Di sini seorang hamba dituntut tenang, rela dan menerima. Dan tidak diragukan lagi bahwa memperhati-kan sikap semacam ini adalah faktor memperoleh kesenangan dan melenyapkan kesedihan.
Dzikir, Ingat Nikmat, dan Melihat ke Bawah
1. Termasuk faktor utama yang mendatangkan sikap lapang dada dan ketenangan adalah "Banyak dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala." Dzikir kepada Allah Subha-nahu wa Ta'ala itu memberikan pengaruh ajaib untuk mendapatkan sikap lapang dada dan ketenangan serta menghilangkan kesedihan dan musibah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Ingat, dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang." (Ar-Ra'du: 28)
Dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu akan memberikan pengaruh yang besar dalam menggapai bahagia. Karena dia mempunyai keistimewaan dan karena adanya harapan hamba untuk mendapatkan pahala dan balasan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
2. Di antaranya pula adalah: "Ingat dan membicara-kan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tampak maupun yang tidak tampak." Dengan mengetahui dan membicarakannya niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kesedihan yang ada dan mendorong hamba untuk selalu bersyukur. Syukur adalah sikap yang sangat mulia dan berkedudukan terpuji, bahkan walaupun dia berada dalam kondisi fakir, sakit dan berbagai macam ujian lainnya. Bila seorang hamba ingin membandingkan antara nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang banyaknya tidak dapat dihitung dengan jumlah musibah yang menimpa, tentu musibah itu tiada artinya. Bahkan, bila ada musibah yang menimpa hamba lalu dia hadapi dengan kesabaran, rela dan sikap menerima, maka akan ringanlah bebannya. Sementara, harapannya mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ibadahnya kepada Allah dengan menjalankan perintah bersabar dan rela, akan mengubah sesuatu yang pahit menjadi manis. Manisnya pahala membuatnya lupa akan pahitnya sikap sabar.
3. Termasuk faktor yang sangat mendukung dalam hal ini adalah "Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih." Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya hal ini (lebih baik bagi kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Bila seorang hamba meletakkan di depan matanya cara pandang yang mulia ini, dia akan melihat bahwa dirinya mengungguli sebagian besar orang dalam masalah kese-hatan dan rezkinya, bagaimana pun kondisi dia sebenar-nya. Dengan demikian akan hilanglah kegelisahan, kese-dihan dan musibahnya, dan bertambahlah perasaan se-nangnya serta harapannya untuk mendapatkan juga nik-mat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada orang-orang yang ada di atasnya.
Setiap kali seorang hamba merenungi nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala baik yang tampak maupun tidak tampak, urusan agama maupun duniawi, dia akan mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan kepadanya banyak kebaikan dan mencegah berbagai bencana. Dan pasti, hal ini dapat menghilangkan kesedihan dan mendatangkan kebahagiaan serta kesenangan.
Ikhtiar dan Do'a
1. Termasuk hal-hal yang dapat mendatangkan kesenangan dan menghilangkan kesedihan adalah "Berusaha menghilangkan faktor yang menyebabkan kesedihan tersebut serta berusaha mencari faktor yang dapat mendatangkan kesenangan yang diinginkan." Caranya yaitu melupakan musibah-musibah yang sudah berlalu dan tidak mungkin bisa diatasi. Juga harus memahami, menyibukkan pikiran dengan hal-hal tersebut adalah perbuatan sia-sia, tidak berguna, dan gila. Dengan demikian dia berusaha agar hatinya tidak lagi memikirkan hal-hal tersebut, berusaha menghilangkan kegelisahan hatinya kekurangan, perasaan takut atau lainnya dari kekhawatiran yang dia bayangkan pada masa depan. Maka dia memahami bahwa masa depan tidak bisa diketahui, termasuk di dalamnya masalah kebaikan, kejelekan, harapan-harapan dan musibah. Semuanya berada di Tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Manusia tidak kuasa apa-apa kecuali berusaha mendapatkan kebaikan dan menolak kemudharatan.
Dengan demikian seorang hamba mengetahui, bila dia tidak gelisah memikirkan nasibnya yang akan datang, ber-tawakkal kepada Allah untuk memperbaiki nasibnya serta merasa tentram dengannya, maka hatinya akan tenang, kondisinya akan membaik dan akan hilang kesedihan dan kegelisahannya.
2. Termasuk hal yang paling berguna untuk menyambut masa depan yang baik adalah: "Menggunakan do'a yang pernah dipanjatkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan urusan pokokku, perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku, perbaikilah akhiratku yang ke sanalah tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini tambahan bagiku dalam setiap kebaikan dan (jadikanlah) kematian itu keterlepasan bagiku dari setiap keburukan." (HR. Muslim)
Begitu pula do'a beliau:
"Ya Allah, aku mengharapkan rahmatMu, maka janganlah Kau pasrahkan (urusan)ku pada diriku sendiri walau sekejap mata. Dan perbaikilah urusanku semuanya. Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Engkau." (HR. Abu Daud dengan sanad shahih)
Bila seorang hamba memanjatkan do'a ini -untuk kebaikan agama dan dunianya pada masa yang akan datang- disertai hati yang hadir, niat yang benar dan memang berusaha untuk itu, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan do'a, harapan dan apa yang dia usahakan. Berubahlah kesedihannya menjadi kebahagiaan dan kesenangan.
Siap Mental
Termasuk faktor-faktor yang bermanfaat meng-hilangkan kegelisahan dan kesedihan, saat ditimpa musibah adalah: "Berusaha meringankannya dengan cara memperkirakan kemungkinan terburuk yang bakal terjadi kemudian mempersiapkan mental untuk menghadapinya." Bila sudah dipikirkan, hendaklah berusaha meminimalisir persoalan sesuai kemampuannya. Dengan kesiapan mental berikut usaha yang maksimal, akan hilanglah kesedihan-nya. Sebaliknya, berusaha untuk meraih kebaikan dan menolak kemudharatan, semampu yang dia lakukan.
Bila seorang hamba dihadapkan dengan ketakutan, sakit, kekurangan, atau tidak dapat meraih keinginannya yang bermacam-macam, hendaklah dia hadapi dengan tenang dan kesiapan mental, bahkan untuk menghadapi yang lebih berat sekalipun. Sebab, kesiapan mental menghadapi musibah akan mengecilkan musibah tersebut dan menghilangkan bobotnya. Terutama, bila ia berusaha melawan, sesuai kemampuan. Sehingga dia dapat memadukan antara kesiapan mental dan usaha maksimal yang dapat mengalihkan perhatiannya dari musibah yang datang. Dia dapat berusaha untuk selalu memperbaharui kekuatannya menghadapi musibah disertai dengan tawakkal dan yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak diragukan lagi, yang demikian ini berperan besar mendatangkan kesenangan dan kelapangan dada serta pahala yang cepat (di dunia) ataupun yang lambat (di akhirat). Ini adalah fakta, banyak yang telah membuktikannya.
Tegar dan Tawakkal
1. Salah satu cara ampuh untuk pengobatan pe-nyakit saraf/kejiwaan bahkan juga penyakit-penyakit fisik, adalah dengan menghadirkan: "Hati yang kuat, tegar dan tidak terpengaruhi oleh ilusi dan khayalan pikiran-pikiran negatif." Sebab, bila seseorang sudah mau menerima khayalan-khayalan, hatinya memberikan reaksi terhadap berbagai pengaruh dari luar, seperti perasaan takut akan penyakit dan lain sebagainya, atau perasaan marah dan merasa terganggu sekali karena hal-hal yang menyakitkan atau karena memikirkan musibah yang akan menimpa atau kenikmatan yang akan hilang; semua itu akan meneng-gelamkannya dalam kesedihan, penyakit rohani maupun jasmani dan menghancurkan jiwanya. Dampak buruk dan bahayanya sudah banyak diketahui oleh orang-orang.
2. Jika hati bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada prasangka-prasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan negatif, yakin serta mengharapkan sekali karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka akan terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa. Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan. Banyak rumah sakit yang penuh dengan pasien yang sakit karena pra-sangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan menyesatkan. Banyak orang yang kuat hatinya tapi masih terpengaruh dengan hal tersebut --apalagi orang yang memang lemah hatinya--. Dan betapa sering hal tersebut menyebabkan kedunguan dan kegilaan! Orang yang sehat dan selamat adalah yang diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan diberiNya taufik untuk berusaha menda-patkan faktor-faktor yang bisa menguatkan hatinya dan mengusir kegelisahannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya." (Ath-Thalaq: 3)
Artinya Allah akan mencukupkan untuknya semua apa yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya.
Maka orang yang bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan. Dia tahu, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-Nya, dia yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tenang karena percaya akan janjiNya. Dengan demikian, hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembira-an dan perasaan takut menjadi keamanan. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kesehatan dan keselamatan. Semoga Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan dan ketetapan hati dengan sikap tawakkal total. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjamin pelaku-nya dengan segala kebaikan dan menolak segala musibah dan kesedihan.
Tidak Membenci
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak boleh seorang mu'min (suami) membenci seorang mu'minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari perilakunya, dia tentu menyukai (perilakunya) yang lain." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini ada dua pelajaran penting:
Pertama: hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana seharusnya memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja, dan semua orang yang mempunyai hubungan dengan kita. Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi. Bila kita mendapatkannya maka hendaklah kita membandingkan antara tingkahnya dengan apa yang seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga kekuatan hubungan dan kelanggengan kasih sayang yang terjalin sebelumnya. Juga mengingat kebaikan-kebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-kekurangannya dan memperhatikan kebaikan-kebaikannya, maka persahabatan dan hubungan akan tetap terjalin serta perasaan pun menjadi tenang.
Kedua: hendaklah kita berusaha menghilangkan kesedihan dan kegelisahan, menjaga hubungan baik, selalu memberikan hak-hak yang harus dipenuhi, sehingga tercipta ketenangan di antara kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak mengikuti petunjuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini, bahkan menentangnya, melihat orang hanya kepada kejelekan-kejelekannya, menutup mata dari kebaikan-kebaikannya, dia pasti akan gundah, kasih sayang yang terjalin antara keduanya men-jadi keruh serta banyak hak terputus yang semestinya harus dijaga.
Banyak orang mempunyai idealisme tinggi, mental mereka siap untuk sabar dan tenang menghadapi berbagai cobaan dan musibah besar. Akan tetapi mereka menjadi gelisah dan keruh perasaannya ketika menghadapi masalah-masalah kecil. Penyebabnya, karena mereka hanya mempersiapkan mental untuk menghadapi masalah-masalah besar dan tidak untuk menghadapi masalah kecil. Ternyata hal itu membahayakan dan mempengaruhi ketenangan mereka. Orang yang benar-benar kuat adalah orang yang mempersiapkan dirinya menghadapi masalah-masalah kecil dan besar sekaligus, serta memohon per-tolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia juga mengharap agar urusannya tidak diberikan kepada dirinya sendiri walaupun hanya sekejap mata. Saat itulah masalah kecil dan besar mudah dihadapi, sementara jiwanya tenteram dan hatinya tenang.
Tidak Larut Bersedih, Mengukur Nikmat dengan Musibah
1. Orang yang berakal mengetahui bahwa kehidupan dia yang sebenarnya adalah kehidupan (yang dia jalani dengan) bahagia dan ketenangan. Kehidupan ini pendek sekali, maka tidak sepantasnya dia memperpendeknya dengan kesedihan dan larut dalam kesusahan. Sebab, hal ini bertentangan dengan definisi kehidupan yang sebenar-nya. Oleh karenanya dia kikir untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam hidupnya buat bersedih dan bersusah saja. Dalam hal ini tidak berbeda antara orang yang baik dan orang yang jahat. Hanya saja orang mu'min dapat merealisasikan dengan lebih sempurna dan dengan balasan pahala yang lebih di dunia dan akhirat.
2. Seorang hamba --apabila ditimpa dengan musibah atau takut akan sebuah musibah-- hendaklah membanding-kan antara nikmat-nikmat yang dia dapatkan, baik dalam urusan agama atau dunia dengan musibah yang sedang menimpanya. Dengan membandingkannya akan jelas baginya betapa banyak nikmat yang dia dapatkan dan tertutupilah musibah yang menimpanya.
Hendaklah dia juga membandingkan antara kemung-kinan bahaya yang akan menimpanya dengan banyaknya kemungkinan akan dapat selamat darinya. Janganlah sampai kemungkinan yang lemah dapat mengalahkan kemungkinan-kemungkinan kuat dan banyak. Dengan demikian, akan hilanglah kesedihan dan perasaan takut-nya.
Hendaklah dia memperkirakan kemungkinan paling besar yang dapat menimpanya, kemudian menyiapkan mental untuk menghadapinya bila memang terjadi, berusaha mencegah apa-apa yang masih belum terjadi dan menghilangkan atau meminimalisir musibah yang sudah terjadi.
3. Termasuk hal-hal yang bermanfaat adalah "Kita harus tahu bahwa gangguan yang dilakukan oleh orang lain kepada kita, --khususnya dalam bentuk kata-kata
kotor-- tidak akan membahayakan kita, tetapi akan membahayakan dia sendiri. Kecuali jika kita menyibukkan diri dengan memperhatikannya, menenggelamkan pe-rasaan kita dengannya, saat itu gangguan tersebut akan membahayakan kita sebagaimana juga membahayakan mereka. Bila tidak diperhatikan, sedikit pun tidak akan membahayakan.
4. Ketahuilah, kehidupan kita mengikuti pikiran kita. Bila pikiran kita berisi dorongan untuk memikirkan hal-hal yang bermanfaat bagi diri kita, baik dalam hal agama maupun dunia maka kehidupan kita akan menjadi baik dan bahagia. Begitu pula sebaliknya.
5. Termasuk hal yang berguna untuk mengusir kesedihan adalah "Menguatkan keinginan untuk tidak mengharapkan terima kasih selain dari Allah". Bila kita berbuat baik pada orang yang mempunyai atau tidak mempunyai hak pada kita, maka ketahuilah bahwa yang terjadi adalah mu'amalah antara kita dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Janganlah kita mengharapkan ucapan terima kasih orang yang kita berbuat baik kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Al-Insan: 9)
Hal ini utamanya dilakukan saat kita bermu'amalah dengan keluarga, anak-anak kita dan semua orang yang mempunyai hubungan kuat dengan kita. Bila kita membulatkan tekad untuk menyingkirkan musibah dari mereka, maka sungguh kita telah menyenangkan diri mereka dan diri kita juga. Dan termasuk faktor yang dapat men-datangkan ketenangan adalah melakukan fadhilah (amal kebaikan) sesuai dengan dorongan jiwa tanpa ada paksaan/keterpaksaan yang biasanya mendatangkan kegelisah-an dan membuat kita gagal mendapatkan fadhilah itu sendiri. Sebab saat itu kita telah melalui jalan yang berliku. Ini adalah hikmah. Dan hendaklah kita dapat mengambil dari kejadian musibah itu hal-hal yang positif yang dengan demikian kesenangan akan lebih terasa, sementara kesedihan akan hilang.
6. Jadikanlah hal-hal yang bermanfaat itu selalu berada di depan mata kita, dan hendaklah kita berusaha untuk melakukannya. Janganlah kita menoleh pada hal-hal yang tidak berguna yang dapat mengundang kesedihan dan kesusahan. Jadikanlah ketenangan dan konsentrasi jiwa sebagai penolong kita untuk melakukan hal-hal yang penting.
7. Termasuk hal-hal yang berguna pula adalah: "Menyelesaikan tugas-tugas dengan segera dan mengosongkan diri dari tugas-tugas tersebut pada masa yang akan datang." Sebab, bila ada tugas yang tidak diselesaikan dengan segera akan bertumpuklah pada kita tugas-tugas yang terdahulu dan berkumpul dengan tugas-tugas berikutnya, sehingga bebannya menjadi berat. Bila kita selesaikan setiap tugas pada waktunya, kita bisa menghadapi masalah-masalah yang akan datang dengan pikiran dan kekuatan yang masih fress (segar).
8. Hendaklah kita memilih di antara aktifitas-aktifitas positif kita, yang paling penting dahulu kemudian yang penting. Dan perhatikanlah apa keinginan kita. Sebab, menyalahi hal tersebut kan menimbulkan kebosanan dan perasaan tak enak. Untuk hal itu pergunakanlah pikiran yang sehat dan musyawarah. Tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah. Telitilah apa yang kita inginkan dengan seksama. Bila sudah jelas ada kemaslahatannya dan kita sudah bertekad melaksanakannya hendaklah kita bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesung-guhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala senang kepada orang-orang yang bertawakkal.
1 komentar:
semua orang ingn bahagia, shg segala cara ditempuh, tp lakukan dengan cara yg baik dan terpuji, supy kebahagia yg diraih akn bermakna
Posting Komentar