Aliran Komunis: Sejarah Dan Penjara
Jacques Leclerc
Pada tanggal 23 Mei l920, Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) yang didirikan di Semarang sepuluh
tahun sebelumnya, berganti nama menjadi Perserikatan Komunis di India
(PKI). PKI merupakan organisasi pertama di Asia di luar kekaisaran
Rusia, menggunakan kualifikasi "Komunis." Partai Komunis Cina sendiri
baru didirikan setahun kemudian, yakni pada bulan Juli l92l. Orang yang
ditugaskan oleh Internationali Comuniste untuk membantu Partai baru
tersebut adalah Henk Sneevliet, seorang organisator ISDV Belanda, yang pada
tahun l9l8 diburu-buru oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda karena
kegiatan-kegiatan revolusionernya.
Kata "perserikatan" dalam bahasa Melayu
merupakan terjemahan dari kata Belanda "Partij." Sedang nama PKI itu
sendiri, menurut dokumen awal dari organisasi tersebut, merupakan kependekan
dari bahasa Melayu "Perserikatan Komunis di India," yang bila
di Belandakan menjadi "Partij der Kommunisten in Indie." Pada
tahun l927, kata "perserikatan" digunakan oleh PNI, sebelum
menetapkan namanya menjadi Partai Nasional Indonesia.
Dalam konggres bulan Juni l924 di Weltevreden
(sekarang Jakarta Pusat), Perserikatan Komunis di India diubah namanya menjadi
Partai Komunis Indonesia, ini merupakan pertama kalinya di Hindia Belanda,
sebuah organisasi memakai kata "Indonesia". Sebetulnya sejak tahun
l922 sudah terdapat sebuah organisasi politik yang bernama Indonesiche
Vereeniging, yang kemudian diterjemahkan menjadi Perhimpunan Indonesia. Tapi
organisasi tersebut berada di Nederland, bukan di negeri jajahan.
PKI juga merupakan organisasi politik
Indonesia pertama yang menggunakan konsepsi "Partai" dalam nama
resminya, dalam bahasa Melayu. Pergantian kata "perserikatan" menjadi
"Partai," merupakan bagian dari konflik terbuka sejak tahun l922 di
dalam tubuh Sarekat Islam, antara militan pro komunis dan yang
menentangnya. Sarekat Islam, sejak awal tahun l9l0 dan di sepanjang
awal tahun l920, merupakan suatu gerakan sosial politik yang berpengaruh, suatu
gerakan yang pertama kali mengambil corak sosial-politik di Indonesia, di mana
organisasinya tidak lagi membatasi dalam lingkaran tertentu, baik secara
sosiologis maupun geografis, dan berkembang tidak hanya di Pulau Jawa,
melainkan juga di Sumatera dan kawasan lain. Anggota-anggota ISDV (kemudian
PKI) seringkali merangkap anggota Sarekat Islam. Pada awalnya keanggotaan
rangkap tersebut tidak menimbulkan masalah dan tidak bertentangan dalam hal
agama; lagipula Sarekat Islam tidaklah menjadi lebih atau kurang sekuler pada
saat telah menjadi gerakan massa, Tapi pembengkakan pengaruh ide-ide komunis di
tengah gerakan dan munculnya persaingan guna merebut kepemimpinan, telah
mendorong para pimpinan yang ada, yang khawatir akan kedudukannya, mencoba menunjukan
adanya ketidak sesuaian antara Islam dengan Komunisme, Sambil menekankan ciri
keislaman dari Sarekat Islam, dan menganggap hal yang mustahil anggota suatu
organisasi Islam merangkap menjadi anggota organisasi Komunis. Untuk menegaskan
perbedaan tersebut, para pemimpin Sarekat Islam kemudian mengusulkan agar
gerakan SI dianggap sebagai sebuah Partai-dalam pengertian Belanda
"Partij"-dan melarang anggotanya menjadi anggota partai yang lain
pada saat yang bersamaan. Dari sini nampak bahwa kata "partij"
mengandung arti khusus yang tidak dipunyai oleh kata "sarekat", yang
tidak cukup jelas dalam mencerminkan pengertian "perserikatan":
Organisasi dengan kata Partai memiliki kelainan, yakni kekhususan bahwa
seseorang tidak dapat menjadi anggota banyak partai pada saat yang sama,
padahal ia boleh menjadi anggota banyak "sarekat" atau anggota suatu
"sarekat" dan suatu "Partai." Jadi ketika PKI memilih kata
"Partai," ini merupakan pernyataan adanya sifat eksklusif dari
kelompok tersebut, dimana berlaku berbagai peraturan ketat organisasi serta
disiplin tertentu. Sedangkan SI sendiri, baru pada tahun l927 menyepakati nama
Partai Sarekat Islam; namun pada saat itu, organisasi tersebut sudah tidak lagi
menampilkan gambaran sebagai sebuah organisasi yang kuat seperti sepuluh tahun
sebelumnya.
Setelah terjadi perdebatan tentang konsepsi
"partai" dalam SI, di kalangan PKI kemudian timbul pemikiran tentang
peranan Partai itu sendiri dan bentuk macam apa yang harus diambil supaya
peranan tersebut dijalankan dengan baik. Jadi bukan hanya terbatas berbicara
dengan rakyat, mengucapkan pidato persiapan konggres Juni l924, atau bukan lagi
hanya meyakinkan mereka, tapi juga menyatukan keyakinan tersebut dalam
perbuatan serta mempersatukan segenap kekuatan perubahan dalam suatu organisasi
yang mendasarkan kekuatannya pada disiplin, yang berbicara hanya dalam satu
bahasa dan bertindak seperti seorang manusia.1)
Tidak lagi hanya menyemaikan ide-ide tapi harus dijaga
agar ide-ide tersebut bisa menjadi buah, lalu berkembang menjadi tekad, untuk
itu diperlukan sebuah organisasi yang mampu melaksanakan tekad tersebut,
menjadi suatu perubahan politik, yang membangkitkan dan dapat menjadi pemimpin
dari gerakan yang dilahirkan oleh tekad tersebut.Kebutuhan adanya suatu
organisasi yang lebih kokoh, lebih kuat dan lebih disiplin untuk menjamin
keberhasilan peranannya sebagai organisasi pelopor, menyebabkan
ditanggalkannya kata "perserikatan" yang melekat pada awal kelahiran
PKI, pada masa kegagapan dan belajar, menjadi sebuah "Partai."Partai
besar yang bersatu juga diperlukan agar Partai bisa bertahan dari tekanan
pemerintah Hindia Belanda yang semakin lama, semakin sewenang-wenang. Ruth
McVey menulis bahwa seorang pemimpin partai dijamin akan dipenjarakan selama
beberapa bulan dalam setiap tahunnya.2)
Suatu peristiwa genting pernah terjadi pada tahun l923,
setelah kegagalan aksi pemogokan yang cukup besar di jawatan kereta api dan
diusirnya Semaun--Sekjen PKI sejak l920 dan sekjen Sindikat Buruh Kereta
Api--keluar negeri. Di Solo dan Semarang terjadi serangkaian sabotase dengan
"bom". Orang-orang Komunis segera dituduh sebagai penanggung jawab.
Tempat pertemuan mereka digeledah dan sejumlah pimpinannya ditangkap. Tapi
tidak ditemukan bukti-bukti bahwa partai terlibat dalam peristiwa
pem-bom-an tersebut. Namun dua dari pimpinan yang dipenjarakan itu diusir dan
sejumlah lainnya di penjarakan selama empat bulan.3)
Dengan demikian,disamping terdapat hal-hal yang dilakukan
guna memajukan nasib kaum buruh, juga terjadi aksi-aksi yang membuat partai
mundur, ada tindakan yang memperjuangkan kepentingan rakyat dan ada pula
tindakan yang hanya melayani kepentingan polisi. Oleh karena itu harus dapat
dibedakan antara aksi-aksi yang berguna dengan tindakan yang memperkeruh
suasana. Bagi pimpinan partai, perkembangan tersebut berarti harus
dibenahinya pendidikan politik anggota, mereka harus mampu membedakan antara
aksi yang benar dengan aksi yang keliru, terutama kemampuan mereka untuk
menghindari jebakan polisi, yakni yang berupa "provokasi." Massa juga
harus diperingatkan tentang hal ini. Polisi sangat berkepentingan untuk
meyakinkan bahwa "revolusi" itu sama dengan "peledakan
bom," karena hal tersebut akan membuat golongan revolusioner terkucil dari
massa 'rakyat', polisi juga sangat berkepentingan untuk membuat
"provokasi" sabotase dengan "bom," untuk kemudian menuduh
PKI sebagai dalangnya, agar ada alasan yang baik untuk menindasnya. Partai,
militansi dan kawan-kawan separtai harus senantiasa waspada, dan tidak ada
kewaspadaan tanpa disiplin; sekali lagi, masalah disiplin ini menjadi tuntutan
utama. Dengan demikian tanggung jawab partai makin besar dan peranan partai
dalam perjuangan anti kolonial semakin meningkat. Akibatnya tekanan dari
musuhpun semakin keras.
Di depan konggres partai, Juni l924, Darsono, yang pernah
menjadi tangan kanan Semaun, menyatakan bahwa, "Partai tanpa disiplin
adalah ibarat tembok tanpa semen,mesin tanpa baut"4) dan
ia juga memperingatkan tentang bahaya konsepsi "avonturistis" dalam
sebuah perubahan politik atau "revolusi." Juga harus dipahami adanya
hukum perkembangan sejarah, untuk membantu kemajuannya (partai - penj). Tapi
sejarah itu tak bisa dimajukan lebih cepat dengan memperkosanya. Suatu dokumen
berjudul "Manifes Komunis Indonesia" yang bertanggal di bulan pertama
pendirian PKI telah menyatakan:
"Kaum komunis dan
partainya tidak bisa bikin pemberontakan. Komunisme tergantung dari
keadaan pergaulan hidup dan ia hanya bisa bekerja menurut keadaannya. Kewajiban
kaum komunis dan partainya yaitu memimpin pergerakan kaum buruh supaya dalam
pertentangannya tidak demikian banyak ada jiwa manusia yang dikorbankan
percuma. Kewajiban kaum komunis yaitu membawa pergerakan kaum buruh di
jalan-jalan yang baik dan mudah. Fihak sana mendakwa kita hendak membikin
revolusi. Kita menjawab bahwa kita tidak membikin revolusi, tetapi kita
yakin-yakin benar,bahwa revolusi dunia itu akan pecah sendiri (...). Kaum
komunis dan partainya hanya bisa memudahkan lahirnya dunia baru, lain
tidak. Partai komunnis yaitu dukun beranak bagi dunia baru yang akan lahir
itu"5)
Dengan dipindahkannya kedudukan partai dari basis awalnya
di Semarang ke Jakarta, kongres telah melemgkapkan pengertian PKI, dalam nama
dan peranannya sebagai suatu organisme yang matang, mampu menantang kekuasaan,
bahkan dipusatnya sendiri, di mana kekuasaan itu bercokol dan menindas,
mengawasi dan menghukum.
II
Peristiwa-peristiwa dari bulan November l926-Januari l927
serta serangkaian demonstrasi yang tak terkendali, yang dapat menimbulkan
perlawanan umum terhadap diktaktor kolonial, menunjukan, bahwa rencana partai
tentang tanggung jawab dan disiplin yang dibahas dalam konggres Juni l924,
tetap menjadi cita-cita yang belum bisa dicapai. Pimpinan partai yang
berantakan akibat tekanan yang terus menerus, tak mampu lagi menanggulangi berbagai
usul dari kader-kader regional yang cenderung menilai kekuatan mereka secara
berlebihan.
Setelah berbagai kejadian, yang menyebabkan dilarangnya
PKI dan ditangkapnya l3.000 orang, dengan 5.000 diantaranya diadili dan dihukum
(l6 orang diantaranya dihukum mati dan akan digantung), serta sekitar l.000
orang dideportasikan tanpa diadili ke Irian Barat. Dalam suatu kamp konsentrasi
yang khusus dibuat untuk itu, telah mengungkapkan sampai di mana raison d'etre
PKI dan raison d'etre Partai Komunis di Indonesia, spesifikasi suatu Partai
yang menggunakan kata "komunis" untuk membedakan diri, tidak begitu
mudah dipahami oleh golongan komunis itu sendiri. Para pendiri PKI itu
sendiri-yaitu pimpinan tingkat pertama, yang beberapa diantaranya ada di luar
negeri dan berhubungan dengan gerakan komunis Internasional-yang paling cepat
menguburkan PKI sebagai suatu organisasi.
Mula-mula adalah Semaun. Sejak ia diburu-buru di
Indonesia, ia lalu sering berada di Nederland, berhubungan erat dengan para
mahasiswa pendiri Perhimpunan Indonesia (PI), dan tentu saja dengan orang-orang
Komunis Belanda. Semaun menjadi perantara antara kedua grup tersebut, bersamaan
dengan kedudukannya sebagai wakil PKI di Eropa dan dalam organisasi
Internationale Communiste. Bulan Desember l926, segera setelah kegagalan
gelombang pemberontakan pertama di Jawa, atas nama PKI, Semaun yang masih
dianggap sebagai pemimpin PKI, menandatangani suatu persetujuan rahasia
dengan ketua PI Moh. Hatta. Dalam persetujuan itu disebutkan bahwa, kaum komunis
Indonesia menyerahkan kepemimpinan gerakan pembebasan Indonesia kepada PI, yang
tadinya dipimpin oleh PKI. Hatta mengatakan:
"Dalam konvensi
itu antara lain disebutkan pengakuan PKI atas kepemimpinan
Perhimpunan Indonesia terhadap gerakan rakyat Indonesia seluruhnya,
dan PKI tidak akan mengadakan oposisi dalam gerakan itu konsekuensi menuju
Indonesia merdeka"6)
Karena persetujuan itu bersifat rahasia, maka ia hanya
menjadi tanggung jawab Semaun pribadi dan tidak ada kelanjutannya yang lebih
kongkrit. Tapi persetujuan itu kemudian diumumkan oleh pengadilan Belanda,
setelah penangkapan Hatta dan 3 pimpinan PI lainnya pada bulan September l927.
Pemerintah Belanda hendak menggunakan dokumen tersebut untuk menunjukan bahwa
Perhimpunan adalah suatu organisasi komunis dan subversif, tapi keempat
terdakwa yang diadili dalam bulan maret l928 itu kemudian dibebaskan. Dan
Semaun harus memberi pertanggung jawaban terhadap kawan-kawan Komunisnya akibat
terbongkarnya dokumen tersebut. Pada tanggal l9 Desember l927, Harian Partai
Komunis Belanda memuat suatu komunike yang ditandatangani Semaun:
"Pers Belanda
telah mempublisir suatu persetujuan yang saya tanda tangani atas nama PKI
dan yang ditandatangani M.Hatta atas nama Perhimpunan Indonesia. Saya
mengakui bahwa saya telah menandatangani persetujuan itu tapi (...) setelah
saya pelajari dengan lebih seksama menurut prinsip-prinsip komunis di
satu pihak dan berbagai peristiwa di Indonesia di lain pihak, saya
menyadari bahwa tandatangan saya itu telah dapat diartikan sebagai pertanda
hilangnya independensi Partai Komunis dan hilangnya kepemimpinan Partai.
Berbagai peristiwa telah menunjukan bahwa kaum komunis di Indonesia, walaupun
dikejar-kejar dan ditindas, tetap melanjutkan perlawanan (...) Juga telah
diketahui bahwa perlawanan nasional yang terjadi, dipimpin oleh Partai Komunis.
Sekarang partai kami telah membayar dengan harga yang mahal (...) tapi
kaum buruh (...) tetap bersimpati terhadap perjuangan besar kami. Kesalahan
yang telah saya lakukan dalam penandatanganan persetujuan itu bukanlah karena
saya berpikir bahwa partai kita harus siap berjuang sepenuhnya dengan golongan
nasionalis revolusioner yang jujur tapi karena saya telah menerima mereka
sebagai pemimpin seluruh gerakan revolusioner nasional (...) Garis kaum
komunis Indonesia, sebagaimana di negara lain, sangat jelas: dalam
keadaan yang bagaimanapun, harus tetap dijaga independensi partai.
Ini adalah prinsip yang mutlak (...) Saya bertanggung jawab sepenuhnya
secara pribadi atas penandatanganan persetujuan tersebut. Ketika saya
menandatangani persetujuan itu, keadaan telah menyebabkan saya tidak dapat
menghubungi kamarad-kamarad saya di PKI dan di Internationale Communiste"
Dalam peristiwa di atas, pentingnya suatu organisasi yang
otonom bagi golongan komunis-lah yang dipertanyakan oleh Semaun, ketika ia
bergabung dengan posisi Hatta. Dalam pikirannya, suatu partai memiliki
nilai yang lain pada saat ia berjuang bagi kemerdekaan nasional. Harus ada
suatu partai yang memimpin perjuangan itu, dan bila Partai Komunis tak dapat
melakukannya, maka kaum komunis menerima kepemimpinan partai lain.
Tentu saja jalan pikiran Semaun tersebut tak bisa
diterima oleh anggota-anggota militan partai yang berjuang bagi kelangsungan
hidup PKI. Walaupun secara praktis persetujuan Semaun-Hatta itu tidaklah
penting, namun secara teoritis itu sudah cukup untuk meruntuhkan pengaruh
dan kewibawaan Semaun, sebagai pemimpin partai, kendati ia telah melakukan
otokritik.
Seorang pimpinan PKI yang lain, pembantu dekat Semaun di
Indonesia, dan menjadi wakil Internationale Communiste di Asia Tenggara, yaitu
Tan Malaka, yang sebagaimana Semaun, telah menganggap PKI tidak ada
lagi sebagai suatu organisasi. Bersama beberapa pelarian yang mampu pergi
keluar negeri, pada bulan Juni l927 di Bangkok, Tan Malaka mendirikan suatu
partai baru, PARI (Partai Republik Indonesia), sebagai pengganti PKI.
Nama Partai itu diambil dari sebuah buku Tan Malaka yang
diterbitkan dua tahun sebelumnya "Naar de Republiek-Indonesia", dan
menanggalkan seluruh hubungannya dengan komunisme. Dokumen-dokumen yang
diumumkan PARI menyatakan bahwa partai itu independen dari Internationale
Communiste.7) Tapi hal ini baru diketahui kemudian, pada tahun
l934.
Di Indonesia sendiri, PKI sebagai organisasi, praktis
telah hancur. Masalahnya adalah harus diketahui apakah ia perlu dibangkitkan
kembali, dengan kata lain, harus diketahui apakah Indonesia masih
memerlukan suatu Partai Komunis, atau harus melakukan suatu hal yang lain. Tapi
bagaimanapun, mengingat organisasi Komunis dilarang oleh Undang-Undang, harus
dipikirkan pembentukan suatu partai ilegal, suatu partai gelap, yang dalam
perkembangan gerakan kemerdekaan di Indonesia, merupakan suatu masalah yang
benar-benar baru.
III
Pada tahun l908, dalam waktu yang hampir bersamaan,
berdirilah sindikat buruh kereta api Vereeniging Van Spoor en Tramweg Personeel
(VSTP), organisasi pertama jenis tersebut yang dibentuk bagi buruh-buruh non
Eropa, dan perkumpulan Budi Utomo (BU), yang dinyatakan oleh para sejarawan
Indonesia sebagai perkumpulan pertama yang "berkesadaran nasional"
dan yang hari lahirnya, 20 Mei, diperingati sebagai "hari Kebangkitan
Nasional." Kemunculan serempak dua jenis organisasi tersebut, bukanlah
karena kebetulan, ia mencerminkan adanya kebutuhan baru bagi berbagai lapisan
masyarakt Hindia Belanda, yang berada di bawah suatu tekanan yang sama; PKI
bisa dianggap sebagai hasil radikalisasi progresif gerakan ganda tersebut,
sebagai jawaban atas pergeseran dan agresi yang diderita rakyat jajahan, dan
itensifikasi serta generalisasi perembesan dan dominasi kolonial pada awal abad
XX.
Gerakan kaum buruh dalam sindikat buruh kereta api,
selain merupakan sindikat (sektor pilot) dalam membangun ekonomi massa, juga
merupakan sindikat pilot yang, di Eropa dan Asia, menyumbangkan sejumlah kader
bagi pusat-pusat gerakan buruh secara umum dan kemudian pada gerakan
komunis yang lahir di depannya. Sneevliet yang datang di Indonesia pada
tahun l9l3, adalah bekas ketua sindikat buruh kereta api Belanda di tahun l9ll,
pada saat ia berangkat dari sana. Selain itu, ia juga seorang penggerak sayap
kiri Partai Sosial Demokrat, partai politik yang menyatakan dirinya
mewakili kepentingan murni gerakan buruh, klas buruh, klas yang paling
baru dan paling terhisap dalam masyarakat modern, klas yang sambil menghentikan
eksploitasi terhadap dirinya, sekaligus membebaskan masyarakat modern
seluruhnya.
Suatu partai yang didasarkan pada prinsip-prinsip sayap
kiri itulah yang kemudian didirikannya di Semarang pada tahun l9l4 di kantor
VSTP, bersama kelompok militan terdidik dari kalangan sindikat, yang kemudian
merancang seluruh kerangka partai yang dinamakan ISDV. Di antara militan
tersebut, terdapat Semaun, karyawan muda di bagian administrasi jawatan kereta
api Surabaya, yang pada tahun l914 menjadi anggota komite pimpinan VSTP.
Di dalam sejarah sindikalisme di Indonesia, sindikalisme
yang revolusioner yang anti kolonial dan anti kapitalis-sebagaimana sejarah
komunisme di Indonesia-selalu terdapat formatur yang berasal dari kalangan
buruh kereta api. Misalnya Winanta, yang terpilih menjadi ketua PKI pada
konggres bulan Juni l924. Ia adalah karjawan jawatan kereta api Bandung. Pada
masa-masa sulit ditahun l930-an, di mana gerakan sindikat revolusioner
ditindas dan dikejar-kejar, berkat sindikat buruh kereta apilah maka untuk
sementara waktu pimpinan berhasil dipertahankan dengan dipilihnya Djokosudjono
dalam tahun l933 di Surabaya, atau ketika beberapa tahun kemudian pengacara
Hindromartono, pendiri Barisan Kaum Buruh, pada tahun l938, terpilih menjadi
pimpinan. Dua pemimpin terkemuka SOBSI (sentral Organisasi Buruh Seluruh
Indonesia, yang berdiri pada tahun l947), yang merupakan federasi buruh
terbesar sebelum tahun l966, Njono, sang Ketua, dan Nardjoko, sang wakil,
adalah anak-anak buruh kereta api. D.S Atma, Sekjen SOBSI adalah bekas karyawan
di jawatan yang sama.
Melalui gerakan buruh, nilai-nilai yang di Eropa disebut
kiri (nilai-nilai yang prinsip utamanya adalah demokrasi-yang pada saat yang
sama berarti demokrasi politik dan demokrasi sosial) kemudian merasuk ke dalam
masyarakat Indonesia. Dan pada tahun l923 suatu penerbitasn PKI menggunakan
nama "kiri." Di samping VSTP, terdapat persekutuan yang saling
berkait dalam gerakan kebangkitan di segala penjuru dunia dengan model, pengalaman
organisasi dan aksi yang saling mempengaruhi dari suatu negeri ke negeri lain.
BU lebih dari sekedar bentuk pertama partai nasional, ia merupakan bentuk
pertama dari suatu persatuan mahasiswa yang menaruh perhatian terhadap
masalah-masalah sosial. Pada tahun yang sama (l908) terbentuk pula persatuan
mahasiswa Hindia Belanda yang pertama di Belanda. Dari persatuan inilah
kemudian lahir Perhimpunan Indonesia. Tapi dalam tahun-tahun
pertama, persatuan mahasiswa yang ada di Belanda tersebut cukup puas
hanya dengan mencontoh para mahasiswa Belanda dalam
"studentcorps"-nya, dengan kegiatan sosial yang berkisar pada
penyelenggaraan pesta, dansa dan membuat berbagai acara remaja lain yang
berkaitan dengan masalah disekitar mereka.
Jadi bisa dilihat betapa jauhnya langkah para mahasiswa
kedokteran seperti Sutomo, Gunawan Bersaudara dan Tjipto Mangunkusumodibanding
kawan-kawannya yang belajar di Belanda, ketika mereka mendirikan BU di
Jakarta. Padahal mereka berasal dari lingkungan sosial yang sama: keluarga
besar yang bekerja di dalam aparatur administrasi yang melayani kepentingan
Kolonial. Pada masa itu, kebutuhan baru akan administrasi dan pengawasan (dalam
jumlah dan kualitas), yang erat berkaitan dengan peningkatan kekuasaan
kolonial, telah menyebabkan pemerintah Belanda menerapkan suatu
"Belandanisasi" lebih luas bagi lapisan sosial tersebut, dengan
membuka formasi pendidikan model Belanda yang lebih cocok untuk memenuhi
kebutuhan pekerjaan administrasi, seperti partisipasi (tentu saja minoritas) dalam
Dewan Nasional yang dibentuk saat itu, guna membantu pemerintah pusat yang
kewalahan.
Lapisan sosial tersebut kemudian dihadapkan pada dua
kemungkinan: Menerima "Belandanisasi" dan mencari jalan untuk lebih
terintegrasi dalam masyarakat kolonial, atau menganggap
"Belandanisasi" tersebut bukan sebagai suatu keistimewaan bagi
mereka, tapi sebagai suatu kebutuhan bagi pembangunan Indonesia yang
menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia, agar ia bisa, dan akhirnya
mempunyai pemerintahan sendiri. Sikap kedua-lah yang dianut oleh para pendiri
BU, sikap anti-elitisme, yang merupakan salah satu pendirian tipikal
golongan "kiri" dalam konsepsi Eropa.
BU, yang oleh para mahasiswanya kemudian diserahkan
pimpinannya kepada generasi orang tua mereka, untuk dijadikan sebuah persatuan
sosio-kultural yang lebih luas, dinamis dan terbuka bagi seluruh generasi di
Jawa, ternyata berkembang secara bertolak belakang, dan hanya dapat bertahan di
Yogyakarta, dengan hanya satu tuntutan di kalangan priyayi.8)
Persatuan rakyat yang lebih luas, yang telah gagal dikembangkan
oleh BU tersebut, kemudian dapat dicapai dengan berdirinya Serekat Islam.
Dari pertemuan antara Sarekat Islam dengan sindikat
buruh VSTP dan Partai sosialis kecil ISDV ditambah dari dorongan ke
"kiri" Sarekat Islam di bawah pengaruh VSTP dan ISDV (dorongan ke
kiri itu bisa dibuktikan dalam evolusi berbagai pernyataan SI pada kongres
tahun l9l6 dan l920) yang dinamis dengan semboyan egalitarian "Sama rata
Sama Rasa", kemudian lahirlah PKI, yang dari ISDV memperoleh basis
kelasnya dan dalam Sarekat Islam mendapat basis massanya.
Kelemahan ekstrim yang beruntun dari kelas buruh dalam
hubungannya dengan rakyat yang lain di Indonesia, seperti di negeri jajahan
lainya, serta negara-negara yang belum berkembang, telah menimbulkan
kesulitan bagi Partai Komunis-yang pada dasarnya hendak menjadi
"Partai Klas Buruh", guna menjadi sebuah Partai massa. Sebab dengan
menjadi sebuah Partai Massa, yakni yang tidak hanya berpengaruh di dalam massa
rakyat, tapi suatu partai yang terbentuk oleh massa itu sendiri, di mana setiap
anggotanya mendaftarkan diri dengan dengan sukarela sambil menyatakan bahwa
politik (yang menentukan masa depan negara dan rakyat) adalah juga urusan
mereka, maka Partai Komunis dapat menunjukan rasa demokrasinya, penghormatan
dari rakyatnya dan kemampuannya memerintah negeri.
Ini berarti, dalam kondisi negara yang belum berkembang,
ia, Partai Buruh, harus membangun diri mulai dari lapisan sosial non-buruh,
yang mungkin bisa menerima teori bahwa klas buruh adalah pionir dalam
pembangunan sosial (teori yang menjadi dasar keberadaan Partai-Partai Komunis),
tapi tidak melihat dengan nyata apa maksudnya dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam kegiatan praktis Partai mereka, yakni, kapan harus mengambil suatu
keputusan.
Artikulasi PKI-Sarekat Islam menjadi rumit, mengingat
keanekaragaman gerakan itu dan keanekaragaman pimpinannya; hasil dari konflik
orientasi ini yang kemudian menyebabkan SI merubah dirinya menjadi Partai,
untuk menempatkan diri di dalam tingkat yang sama sebagai organisasi, seperti
PKI.
Dalam dualisme klas/massa meningkat pula dualisme antara
kader/massa atau elite/massa. Ketika konflik dalam SI telah memecahkan
organisasi tersebut, dan sayap kirinya menjadi suatu grup otonom dengan nama
Sarekat Islam Merah (sejak l924, menjadi Sarekat Rakyat), corak hubungan
yang dualistik terjadi antara PKI (organisasi buruh yang mencapai tingkat
"partai") dengan Sarekat Rakyat, organisasi petani yang
dengan partai sebagai organisasi komunis, para anggotanya tak dapat lagi secara
keseluruhan dianggap berpribadi komunis.
PKI memanfaatkan kerangka struktur Sarekat Rakyat,
tapi Sarekat Rakyat sebaliknya dapat juga menggerogoti partai, membuatnya
lumpuh. Hubungan buruh/petani (klas/ massa) menuntut pula agar budaya politik kaum
buruh, yang lahir bersama bentuk-bentuk modern kekuasaan politik, dapat
mengendalikan dan menguasai secara efektif budaya petani, kerangka petani dalam
perwakilan pemerintahan, peranannya dalam perjuangan melawan pemerintahan,
dalam penentuan tuntutan, dalam perlawanan, dalam revolusi dan akhirnya peranan
petani dalam pengambilan kekuasaan. Bila bentuk-bentuk representasi tersebut
masuk dalam strategi model archaique yang tidak lagi dipakai dalam masyarakat
baru, ia dapat memberikan kesempatan, dalam suatu provokasi, guna menjadi
alasan bagi pemerintah yang berkuasa menyerang Partai Buruh secara keseluruhan.
Di sini, disiplin tetap merupakan sebuah masalah yang besar.
Apa yang terjadi pada akhir tahun l926-awal l927,
merupakan suatu perlawanan umum pertama terhadap diktaktor Belanda, perjuangan
bersenjata pertama yang bertujuan bukan lagi untuk mencegah kekuasaan
kolonial bercokol, tapi untuk menggulingkan dan menggantikannya dengan
suatu kekuasaan baru yang berasal dari rakyat, dari "kaum tak berpunya,"
dari "kaum terhisap." Kendati pemberontakan telah dipersiapkan
selama beberapa bulan oleh PKI, pemberontakan itu sendiri gagal hampir secara
menyeluruh, atau tepatnya, ia merupakan kegagalan total pimpinan partai dan
tekanan besar yang memecahkan mereka pada saat pengambilan keputusan. Gerakan
ini hancur dengan cepat. Diawali dengan pemogokan besar pegawai transpor dan
administrasi, khususnya pemogokan buruh kereta api di tahun l923, yang hampir
mendekati gaya pemogokan besar-besaran di Eropa9) pemogokan tersebut
segera dapat digagalkan. Gerakan tahun l926, berkembang mulai dari kegagalan
pemogokan tersebut, yakni dalam situasi lemahnya PKI dan seluruh gerakan buruh;
serta model revolusi petani dalam sejarah Jawa Barat, pusat utama dari gerakan
tahun l926, 10) menjadi model yang dominan; ia tetap menjadi model
bagi berbagai gerakan sosial besar yang melanda Indonesia sejak proklamasi,
"Peristiwa Tiga daerah l945-l946," atau "peristiwa Madium
l948." Ini bukanlah berarti bahwa model petani hanya diciptakan oleh
petani, tapi tradisi perjuangan petani masih mengilhami secara menentukan atas
para pemberontak. Siapakah pemberontak-pemberontak tersebut? Sebagai misal
adalah mereka yang dideportasikan ke Irian Jaya:
"Pada penghabisan
Maret l928 (jadi tidak termasuk orang-orang yang masih dalam
penjara) banyaknya orang yang diinternir di sana ada 823, diantaranya l5
orang perempuan dan l0 orang Tionghoa, diantaranya 629 dari Jawa, 77 dari
Sumatera dan 33 dari Maluku; diantaranya 9 berumur kurang dari 20 tahun, 422
berumur 20-29 tahun, 8l berumur 40-49 tahun, diantaranya 383 pegawai rendah, 79
petani, 361 guru, supir dan pedagang kecil"11)
Jadi pemberontakan tersebut merupakan suatu gerakan
orang-orang bergaji kecil, pegawai rendah dan guru, tanpa kehadiran petani yang
signifakatif, juga tidak ada kaum buruh; tapi masih harus dilakukan suatu
analisa sosiologis terhadap l3.000 orang yang ditangkap untuk mengambil suatu
kesimpulan yang serius. Mereka itu adalah lapisan sosial yang menjadi tujuan
prioritas PKI dengan kaum buruh di sektor produksi dan yang barangkali,
menjadi basisnya. Masalahnya kemudian adalah bagaimana bisa sampai terbentuk
suatu corps politik yang berideologi homogen dan mampu berinisiatif dalam
jangka waktu lama.
IV
Dalam pernyataanya pada bulan desember l927, yang
membatalkan persetujuan rahasia yang telah ditandatanganinya bersama Hatta
setahun sebelumnya, Semaun menunjuk betapa pentingnya menjaga independensi
organisasi partai komunis agar partai bisa menjalankan "peranan
kepemimpinanya".
Pengertian "partai pelopor" atau "Partai
Garda Depan" dalam Partai Komunis, berasal dari peranan motor klas buruh
dalam dinamika sosial, demikian dinyatakan dalam karya-karya Marxis, guna
menunjukan posisi garda depan dari suatu partai politik yang mampu mengasimilasikan
dan memproduksi peranan motor tersebut. Suatu pengertian global dalam kerangka
sosiologis dan historis. Tapi dalam beberapa periode sejarahnya, PKI telah
memahami persoalan tersebut sebagai pengertian mekanis dan memandangnya sebagai
suatu bentuk fatalite politik yang telah menjadikan PKI sebagai komandan. Dalam
arti militer, dari semua kekuatan politik lainnya.
PKI kemudian mencoba menempatkan diri dalam kedudukan
sebagai komandan, ketika Sukarno pada tahun l933 dalam "Mencapai
Indonesia Merdeka" mengidentifikasi, bagi kepentingannya, suatu
"Partai Pelopor" dan "Partai Panglima". Tapi Sukarno tidak
menjelaskan teori sosiologis partai sedikitpun. Ia hanya menyebutkan
suatu teori strategis; rakyat harus memiliki suatu Partai Pelopor, sebagaimana tentara
memerlukan seorang Jenderal, karena tanpa pemimpin tentara akan kalah sebelum
berperang. Dan mengingat Partai sebagai wakil rakyat dan bangsa, sebagaimana ia
menjadi wakil dari nilai-nilai kesatuan, maka ke semuanya itu hanya bisa
dilakukan oleh satu Partai tunggal. Lalu tinggal di cari dalam kesatuan
itu, bagaimana caranya menyatakan suara yang berbeda-beda, yakni
bagaimana menjalankan suatu aparat yang demikian kompleks tanpa perlu
mengurangi jumlah pemimpin dan suatu massa terpimpin. Serta bagaimana di dalam
tubuh satu partai, gambaran suatu bangsa atau negara, perantara antara bangsa
dan negara, terselenggaranya kedaulatan dari bawah yang ke luar dari gaya
militer yang didominir oleh atasan.
PNI, prototype partai yang dikehendaki Sukarno
didirikan pada tahun l933, untuk mengisi kekosongan, akibat larangan de
jure dan keruntuhan de facto PKI. Ada pula PARI yang dari luar negeri dan
dalam klandestin ingin memainkan peranan serupa. Kegagalan PKI agaknya
telah memberikan semangat bagi tumbuhnya partai-partai, dan dalam perkembangan
tersebut, kata "kiri" kemudian dipakai secara lebih luas lagi,
sebagai unsur klasifikasi yang menjadi suatu kebutuhan.
Kata "kiri" dalam perbendaharaan kata politik
internasional, agaknya merupakan konsekuensi dari Revolusi Perancis; kata
"kiri" seringkali digunakan dalam perempat abad XIX, dan
"kiri" menunjuk pada ide-ide wakil rakyat yang duduk
sisebelah kiri Ketua di ruang Parlemen Perancis. Kata
"kiri" juga digunakan, pada masa yang sama, di Inggris,
tanpa dihubungkan dengan letak duduk anggota parlemen di
ruang sidang12)
"Kiri" di Prancis mula-mula didukung dengan
tuntutan "kedaulatan bangsa" melawan "kedaulatan raja,"
kedaulatan yang datang dari bawah dan bukan dri atas; ia mendukung
demokrasi melawan otoriterisme, yakni majelis pilihan rakyat melawan anggota
yang diangkat, ia memperjuangkan pemilihan umum melawan pemilihan censitaire
(dimana yang memilih dan yang dipilih harus membayar pajak tertentu - penj.)
dan menentang hak pilih yang hanya diberikan kepada orang-orang kaya.
Pada saat pengertian "kiri" mulai meluas di
Eropa, munculah "sosialisme" dan "komunisme". Lalu ketiga
pengertian tersebut saling kait-mengkait. Di samping golongan kiri
"liberal" terdapat kelompok "ekstrim kiri," sosialis atau
komunis. Namun ketiga-tiganya memiliki ide bersama yang berasal dari Revolusi
Perancis. Konstitusi dan pengadaan lembaga-lembaga negara, kedaulatan rakyat
harus dijamin, dan rakyat berhak untuk berontak terhadap pemerintahan
despotis yang tidak mengakui kedaulatannya: "bila pemerintah
melanggar hak-hak rakyat, maka pemberontakan adalah bagi rakyat dan
merupakan bagian dari rakyat. Kedaulatan merupakan hak rakyat yang paling suci
dan merupakan kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan"13)
Dasar utama dari doktrin sosialis adalah pemikiran bahwa,
kedaulatan rakyat telah dilanggar apabila hubungan sosial mengakibatkan
timbulnya inegalite (ketimpangan) dan terpecahnya masyarakat menjadi pemilik
dan proletar, serta menempatkan kaum proletar di bawah dominasi pemilik; sedang
Revolusi Perancis l789 yang memproklamirkan "kemerdekaan, persamaan,
persaudaraan" tidak menghendaki digantinya dominasi aristokrasi menjadi
dominasi para pemilik besar, golongan sosialis ingin membebaskan rakyat
seluruhnya.
Perubahan yang tampil di Eropa pada awal abad XIX dan
berbagai tuntutan yang ditimbulkannya, merupakan akibat gelombang besar gerakan
revolusioner l848, yang melanda seluruh Eropa, serta menimbulkan gerakan
pembebasan nasional di beberapa negara. (Hongaria misalnya), gerakan republiken
(di Perancis, Febuari l848), pemberontakan kaum buruh (di Paris, Juni l848).
Tepat seratus tahun kemudian, gerakan revolusioner yang cukup kompleks dan
berbeda-beda berkembang di Asia, gerakan-gerakan kemerdekaan nasional di
negara-negara yang masih dijajah atau gerakan demokratis anti feodalisme atau
anti kapitalisme di negeri-negeri yang sudah merdeka. Beberapa penulis mencoba
meyakinkan bahwa berbagai revolusi di Asia tersebut "dipimpin" oleh
komandan yang sama, Uni Soviet; tapi tak seorangpun yang menyebut
"komandan" dari revolusi Eropa l848.
Di Indonesia, sekitar tahun l930, terdapat dua aliran
besar dalam gerakan nasional. Di satu pihak di sekitar Sutomo (pendiri BU) di
Surabaya dan M.H Thamrin di Jakarta, aliran yang menerima lembaga-lembaga yang
didirikan Belanda, sambil mencoba menambah jumlah orang Indonesia di Lembaga
tersebut dan mencoba mengarahkan sistem administratif dari dalam sistem itu
sendiri. Di lain pihak, PNI dan Serekat Islam yang mengikuti Partai
Kongres India, menolak segala kerjasama dengan pemerintahan kolonial; aliran
inilah, yang terutama terdiri dari orang-orang laique-bukan dari kalangan
agama-yang akan menyebut dirinya sebagai "gerakan nasional kiri."
Tentu saja, berbagai organisasi bawah tanah yang ilegal, termasuk dalam aliran
ini.
Golongan kiri legal tidak hanya berbeda dalam sikapnya
terhadap pemerintah; PNI-setelah bubarnya-dua partai yang saling mengaku
sebagai pewarisnya, Partindo (Sukarno, Sartono, Amir Sjarifudin) dan Pendidikan
Nasional Indonesia (Hatta, Sjahrir), mengembangkan program yang diilhami
golongan sosialis; "Marhaen", sebagai pengganti "buruh"
dalam teks komunis, harus mampu mengatasi masalah hubungan klas/massa seperti
yang dihadapi PKI, paling tidak dalam tingkat konsepnya;
"marhaen" adalah nama yang diberikan kepada seluruh orang Indonesia
yang tidak punya kekuatan, buruh atau bukan. "Marhaenisme" digunakan
sebagai definisi dari "Sosialisme ala Indonesia."
Mulai tahun l935, golongan kiri legal tersebut dihadapkan
kepada masalah yang akan merubah mereka. Pertama karena adanya ancaman yang
makin besar terhadap legalitasnya; suatu tekanan yang tiada berhenti dalam
segala bentuknya dilakukan jaksa penuntut umum dan birokrasi polisi yang
kekuasaan penuhnya menjengkelkan semua pendatang asing, bahkan terhadap para
partisan penuh sistem kolonial, seperti Profesor Prancis G.H Bousquet dari
Universitas Aljazair14) Dan Partindo serta Pendidikan praktis tidak
dapat bergerak sama sekali. Selain adanya ancaman dari dalam negeri, ekspansi
imperialisme Jepang di Asia Timur dan model diktaktur militer yang diwakilinya
juga dianggap sebagai ancaman dari luar negeri. Tanbahan lagi Sutomo dengan
partai baru yang dipimpinya, Parindra, secara jelas mendukung Jepang dengan
tendensi otoriter dan dominatornya. Melemahnya partai-partai kiri tersebut
menyebabkan Parindra, partai kanan, menjadi kelompok utama adalam gerakan
nasional.
Menghadapi tiga serangan golongan kanan dan ekstrim
kanan, Jepang, Belanda, Indonesia, golongan kiri akhirnya merubah sama sekali
taktiknya dan menanggalkan politik non-koperasi yang semula merupakan ciri
mereka. Golongan kiri akhirnya bergabung dalam organisasi baru Gerindo, yang
dibentuk bulan Mei l937, dengan diilhami oleh "Front Populer",
aliansi golongan kiri yang sebelumnya mencapai kekuasaan di Spanyol dan
Prancis. Berbeda dengan Front Populer, Gerindo bukanlah aliansi
partai-partai independen, melainkan pengelompokan kembali anggota partai-partai
kiri seperti Partindo, yang memutuskan bubar atau kelompok yang mewakili partai
bawah tanah PKI dan PARI. Para pemimpin utamanya adalah Amir Sjarifudin dan A.K
Gani.
Tujuan dari Gerindo adalah mempersatukan seluruh rakyat
Indonesia tanpa memandang asal daerahnya, guna menuntut demokratisasi
lembaga-lembaga dan dibentuknya Dewan Perwakilan yang sesungguhnya dari
pemerintahan Belanda. Dalam rangka tuntutan Demokratisasi tersebut
Gerindo mengakui lembaga-lembaga kolonial. Tapi hal itu dituntut juga
oleh Parindra. Yang membedakan Gerindo dari Parindra adalah, konsepsinya
yang anti rasis dalam kebangsaan dan nasion: orang Indonesia manapun, dari
rakyat Indonesia, yang memilih menjadi orang Indonesia, tindakan ini merupakan
suatu keputusan politik, bukan hak dari kelahiran atau lamanya
nenek-moyang tinggal di Indonesia. Perbedaan yang lain dengan Parindra
adalah tekananya pada kerakyatan sebagai kedaulatan dan pada
"hak-hak kaum susah." Terakhir adalah tawarannya kepada seluruh
kekuatan politik di Indonesia, termasuk Belanda, untuk membentuk Front Bersama
menghadapi imperialisme Jepang. Fasis dan militeristis; yang terakhir ini tidak
akan bisa dipahami secara baik, sebagaimana nampak pada lemahnya perlawanan
ketika Jepang menduduki Indonesia.
Tapi di samping golongan "kiri legal" tersebut,
adakah, dalam ilegalitas, kelanjutan dari PKI? Bila ia tidak ada di penjara
atau di dalam kamp-kamp di Nusakambangan dan Irian, di Digul, di manakah
golongan Komunis Indonesia? Masih adakah mereka? Masihkah mereka melakukan
sesuatu? Polisi politik Belanda secara periodik berhasil membongkar jaringan
PKI, tapi ini tidak berarti bahwa jaringan-jaringan itu betul-betul ada. Sebuah
dokumen PKI menyatakan:
"Sesudah kejadian
pemberontakan tahun l926-l927 ini, kaum Komunis Indonesia boleh dikatakan putus
sama sekali hubungannya yang teratur dengan luar negeri. Partai tidak mendpat
didikan yang teratur mengenai pekerjaanya dan tidak mendapat teori tentang
perjuangan revolusioner. Kedatangan kawan Musso secara illegal dari luar
negri dalam tahun 1935 membantu kaum komunis Indonesia menyusun organisasi
illegal dan menentukan politik partai dalam perjuangan melawan fasisme (...)
Walaupun tidak lama sesudah kawan Musso kembali keluar negri diadakan
penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin dan pengikut-pengikut PKI. PKI
masih terus bisa menjalankan aktivitetnya di bawah tanah hingga
jatuhnya kekuasaan fasis Jepang"15)
Analisa tersebut agaknya menyimpulkan bahwa, pada saat
Komunis Indonesia tidak dapat mempertahankan hubungannya dengan dunia luar,
sebelum tahun l935, dan sangat terpecah dalam menentukan sikapnya di masa
datang: ini terlihat bahkan dalam tingkatan militan yang dideportasi ke Irian,
yang terpecah menjadi berbagai kelompok yang bermusuhan. Beberapa diantaranya
barangkali mencoba mengikuti PARI, saat partai tersebut mulai dikenal, secara
gelap tentu saja, di dalam negeri; bagi mereka, agaknya, PARI tidak lain dari
PKI itu sendiri. Yang lainnya masuk ke dalam PNI, yang telah menyatakan bahwa
partai itu akan melanjutkan kerja yang telah dimulai PKI; bagi mereka,
rintangan ideologis pada saat mereka masuk ke dalam partai non komunis, tidak
terlalu besar dibanding halangan nyata dalam mengorganisasi PKI sebagai aparat
klandestin; air akan menyeret lumpur yang dilaluinnya, air akan memenuhi
jambangan yang ditemuinya. Bagaimanapun, antara PKI, PARI, PNI, berada pada
landasan yang sama; para ahli teori boleh mengarahknnya pada
"nasionalisme" atau "internasionalisme" atau
"dwitunggal", tapi landasan tersebut, yang menimbulkan pemberontakan
pada berbagai lapisan rakyat melawan dominasi kolonial, menciptakan terutama
suatu aspirasi yang berciri khas, yang diungkapkan serentak oleh seluruh partai
rakyat Indonesia, oleh seluruh golongan kiri Indonesia, betapapun konflik teori
memisahkannya.
Tapi untuk kelompok Komunis Indonesia di eropa, yang baru
mengetahui bahwa PARI-nya Tan Malaka telah menyatakan
independensinya dari Internationale Communiste, PARI tidak boleh di
anggap sebagai PKI bentuk baru; jadi harus dicegah jangan sampai golongan
Komunis Indonesia bergabung di sekitar Tan Malaka, dan untuk itu partai harus
dibangun kembali sambil melakukan hubungan dengan Partai Komunis lain di
seluruh dunia. Misi itulah yang pada tahun l935 dipercayakan kepada Musso,
anggota pimpinan PKI yang berada di Eropa pada saat meletusnya peristiwa
l926-l927, dan yang menggantikan Semaun di Belanda; misi tersebut kemudian
mendapat perlawanan dari para pendukung Tan Malaka, di luar negeri dan juga di
Indonesia, yang menyatakan bahwa PKI sudah mati dan bahwa mereka adalah ahli
warisnya.
Bagi Musso, PKI tetap ada dan PARI hanyalah
merampas. Kejaksaan Belanda tidak ambil pusing terhadap perbedaan itu, baginya
semua itu adalah "Komunis," "ekstrimis yang berbahaya" dan
ia membuang mereka ke Irian tanpa diadili, siapa saja yang berhasil ditangkap.
Di antara mereka terdapat orang-orang yang menyusun sel-sel PKI yang
dibentuk Musso di Surabaya awal tahun l936, di lingkungan sindikalis
Djokosudjono. Dalam kamp tahanan di Irian, anggota-anggota PARI menjulukinya
"PKI muda" atau "baru." Ketika para tahanan itu dipindah ke
Australia dan anggota-anggota PKI berkat bantuan kaum Komunis Australia,
menerbitkan suatu buletin gelap, mereka menulis:
"Lawan selalu
mencoba memecah pergerakan kita. Cara memecahnya dengan bermacam-macam
jalan. Antara lain adalah sebutan PKI Lama dan PKI baru (...) Bagi kita kawan
sefaham, PKI hanya satu. Kita hanya mengenal satu partai komunis yaitu PKI.
Tidak ada lama tidak baru..."16)
Itulah tujuan Musso: menjamin kontinuitas PKI,
mempertahankan namanya, kehidupan organisasinya, menjamin kedudukan PKI dalam
sejarah Indonesia, dan membuat PKI sebagai pionir dalam sejarah
Indonesia. Dengan cara yang sama Aidit tahun l950 mencoba menunjukan bahwa
pemuda-pemuda Komunis memainkan peranan penting di Jakarta dalam periode
Mei-September l945, tanpa perlu membuktikan dan menyatakan di mana-mana bahwa
mereka itu adalah Komunis. 17)
Bila Musso pada tahun l948, tiga tahun setelah l7 Agustus
l948, dan Aidit tahun l950 (Musso telah terbunuh dalam peristiwa Madiun)
mencoba menunjukan bahwa sejarah Komunis adalah sejarah yang gilang-gemilang,
adalah karena PKI dalam tiga tahun pertama kemerdekaan itu hampir tidak pernah
terang-terangan membiarkan golongan kiri mengidentifikasikan dirinya kepada
Partai Sosialis, partai yang pendirinya adalah Amir Sjarifudin, dia lagi,
sekeluarnya dari penjara dimana Jepang telah menjebloskannya ke sana sejak
Febuari l943.
Bagaimana mungkin Partai Sosialis dapat membangun
supremasinya di tengah golongan kiri Indonesia, mengapa hal itu tidak pernah
dipertanyakan oleh PKI? Banyak kemungkinan yang bisa dijelaskan, sambil menanti
dibongkarnya arsip, bila masih ada. Yang paling mendekati adalah yang
menganggap klandestinitas tidak akan memungkinkan PKI untuk bangkit kembali
secara nyata dan perlahan-lahan, dan bahwa perpecahan setelah kegagalan
l926-l927 tidak bisa diatasi, atau telah diganti dengan yang lain, yang juga
tak berdaya. Secara umum, militan Komunis lama dan baru, tahun l945 tidak cukup
merasa yakin bahwa tumbuhnya PKI yang berpengaruh dan dinamis telah dapat
menyumbangkan kepentingan yang positif; bahkan, pikir mereka, kehadiran PKI
justru hanya menimbulkan kesulitan dalam hubungan dengan sekutu
Inggris-Australia, yang baru mendarat di Indonesia pada saat berdirinya
partai-partai politik. Partai Sosialis, yang melanjutkan fungsi
Gerindo dalam tugasnya membangun suatu Indonesia yang independen dan
Demokratis, berhasil dalam beberapa waktu menggabungkan aliran besar yang
berasal dari Gerindo dan bekas anggota pendidikan, yang memberikan kepada
pemerintahan Sjahrir, dengan Amir sebagai menteri pertahanannya, suatu sarana
yang berharga yakni mobilisasi rakyat.
Beberapa pengacara yang pernah menjadi anggota biro
eksekutif Gerindo pada masa penyerbuan Jepang dan yang dididik dalam
bidang hukum di sindikat, November l945 mencoba, didorong oleh bekas peserta
pemberontakan l926, memproklamirkan kelahiran baru PKI secara legal. Mereka
terbentur pada hegemoni Partai Sosialis, pada aliansi Sjahrir-Amir Sjarifudin,
yang berarti pada pemerintah, dan bulan Maret l946 harus menyerahkan
pimpinan PKI mereka kepada bekas-bekas tahanan di kamp konsentrasi Irian,
yang kembali dari Australia dan yang mau menerima hegemoni Partai Sosialis.
Tetapi agaknya diperlukan suatu krisis gawat seperti jatuhnya kabinet Amir
(yang menggantikan Sjahrir) untuk dapat mencuatkan kembali masalah peranan khas
PKI dalam perkembangan strategi global golongan kiri.
Pada saat itulah, Agustus l948, ketika Sjahrir dan bekas
anggota pendidikan ke luar dari Partai Sosialis untuk membentuk Partai Sosialis
Indonesia dan mendukung pemerintahan Hatta yang menggantikan Amir, Musso
berhasil kembali dari Eropa untuk meyakinkan Partai Sosialis agar bergabung
dengan PKI. Dengan maksud mengarahkan politik partai agar tidak lagi berdasar
pada kompromi, tapi pada perjuangan melawan penyerbuan Belanda, guna menjamin
kemerdekaan negara dan untuk memberikan dukungan kepada kaum buruh dan tani,
khususnya untuk merealisasikan reformasi agraria.
Tumbangnya persatuan golongan kiri, sayap kiri, aliansi
Hatta dan Sjahrir, yakni dari aliran Pendidikan Nasional Indonesia sebelum
perang, dengan Masjumi, telah menimbulkan situasi yang sulit dikembalikan lagi.
Pertentangan militer yang melahirkan peristiwa Madiun, bahkan telah membuat
situasi tersebut tetap bertahan sampai lama. Bekas anggota PARI yang, setelah
mendukung Hatta, bulan November l948, menganggap PKI sudah hancur, lalu
mendirikan Partai Murba yang meniupkan slogan: "Sayap kiri, Hara
Kiri," Golongan kiri, dari segala segi, nampak berada dalam kondisi yang
tidak menguntungkan.
Paradoknya adalah, ketika ada beberapa menteri dan
beberapa pejabat tinggi Komunis dalam periode l962-l965, fase kedua dari
Demokrasi Terpimpin, tapi bukan pada saat itulah PKI memiliki kekuatan besar
dalam aksinya. Partai massa, untuk pertama kali dalam sejarahnya, partai yang
dalam pemilu l955 dan l957 menunjukkan kenaikan yang terus menerus, tapi
setelah diberlakukannya keadaan darurat perang (SOB) Maret l957, berada dalam
situasi seperti kelompok demonstran yang di kelilingi petugas keamanan.
Kadangkala para petugas keamanan tersebut cukup mengamati tanpa turun tangan,
kandang-kadang terjadi diskusi dan bisa juga terjadi insiden, para demonstran
berang dan para petugas keamanan menembak.
Tanggal 8 Juli l960, Harian Rakyat, surat kabar PKI,
menulis suatu editorial panjang yang menilai hasil setahun Kabinet Kerja, yakni
setahun Demokrasi Terpimpin. Suatu penilaian yang kritis. Koran itu disita,
dilarang terbit beberapa minggu (penerbitan PKI lainnya tetap dilarang selama
tiga tahun), para pemimpinnya ditangkap, PKI dilarang di beberapa propinsi
(Tiga Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan).
Periode di mana didiskusikan Undang-Undang tentang partai politik dan beberapa
kalangan mendesak agar PKI dilarang karena mengancam dan kelak menyerang
Masjumi dan PSI. Pada akhir tahun l960, Sukarno datang ke sidang umum PBB
dengan DN Aidit di sebelah kiri dan A.H Nasution di sebelah kananya. Khawatir
bila Demokrasi Terpimpin menjadi suatu sistem pemerintahan yang terlalu
bergantung kepada militer, Sukarno kemudian mengerem tindakan-tindakanya yang
ditujukan untuk menekan PKI.Dan PKI tidak lagi mengeritik pemerintah.
Tenunan politik yang robek pada tahun l948 tidak
dapat ditenun kembali. Dwitunggal Sukarno-Hatta, jauh dari
persekutuan yang saling melengkapi, saling kait berkait, sejak awal karir
politik mereka, seringkali bertentangan; karena itulah agaknya mengapa Jepang
mempersatukannya dalam periode l945-l956, terlihat betapa peranan politik Hatta
melampaui peranan Sukarno, khususnya dalam periode dimana Hatta menjabat Wakil
Presiden dan Perdana Menteri, saat di mana terjadi peristiwa Madiun.
Retaknya Dwitunggal, setelah pemilu, pengunduran diri Hatta, Desember l955,
memberi pertanda tentang retaknya suatu sistem politik, dengan timbulnya
pemberontakan yang melahirkan proklamasi PRRI, pemerintahan yang terdiri dari
separuh sipil, separuh militer. Dengan diumumkannya SOB, Sukarno menggunakan
angkatan bersenjata, yang tepecah akibat peristiwa PRRI, untuk menjahit kembali
tenunan politik tersebut. Berbagai institusi baru yang disiapkan dan akan
membentuk Demokrasi Terpimpin, diukir menurut model angkatan bersenjata. Pada
saat yang sama angkatan bersenjata menjadi kutub atraksi dari seluruh kekuatan
yang melihatnya sebagai perisai yang ampuh untuk melawan kekuatan PKI.
Nasution tampil seperti menggantikan Hatta dalam bentuk
semacam dwitunggal Sukarno-Nasution. Tapi keseimbangan yang ditampilkan oleh
gambaran triumvirat Sukarno-Nasution-Aidit, peran serta angakatan bersenjata
dalam pemerintahan dan seluruh eselon aparatus negara disatu pihak, dan aliansi
NASAKOM di lain pihak (tapi perjuangan antara komposan NASAKOM sendiri
menggugurkan efek dari persekutuan tersebut), kemudian meletus pada tahun l965.
Namun Angkatan Bersenjata (Tapi Nasution tidak lagi menjadi panglima) tetap
menjadi penguasa lapangan.
Catatan:
1.
Ruth McVey, The Rise of Indonesian Communism,
Ithaca, Cornel University Press, l966. hal. l92.
2.
Ibid., hlm. 258.
3.
Ibid., hlm. l87.
4.
Ibid., hlm. l94.
5.
Manifes Komunis India, Bab 8: Usaha untuk mencapai maksud kita.
6.
M Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan
nasional Indonesia, Idayu, Jakarta, l980, h. l3.
7.
Harry Poeze, Tan Malaka, lavensleop l897-l945. Den
Haag, Nijhoff l980, h. l3.
8.
Abdurachman Soerjomihardjo, Budi Utomo Cabang Betawi,
Idayu, Jakarta, l983.
9.
John Ingleson, "Bound hand and Foot: Railways
Workers and l923 Strike In Java," Indonesia, No 31, April, l98l.
10. Lihat karya Sartono Kartodirjo tentang pemberontakan l926 di Jawa Barat,
"The Bantan Report," dalam H.J Benda dan Ruth Mcvey (ed). The
Communist Uprising of l926-l927 In Indonesia, Key Documents, Cornell
Modern Indonesia Project, Ithaca, l960.
11. A.M Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Dian Rakyat,
Jakarta, l967, hlm. 32.
12. Jean Dubois, Le Vocabulaire Politique et Social en France l869-l872,
Paris, Larousae, 1962.
13. Konstitusi Republik Prancis 24 Juni l793, "Deklarasi Hak-hak Manusia
dan Warganegara", pasal 35.
14. G.H Bousquet, Le Politique .... (?) et Coloniale des Paya-Bas,
CEPE, Paris, l939.
15. "Lahirnya PKI Dan Perkembangannya", Bintang Merah,
No 7, l5 November l950, hlm. l99.
16. "Sebutan Yang Berbahaya," Red Front, Suara official PKI
seksi luar negeri, No 3, Desember, l944.
17. Lihat tulisan saya, "Aidit dan Soal Partai Pada Tahun l950," Prisma,
No 7, Juli l982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar